Katahati

Ubi Hutan Sebagai Bahan Pangan di Samar Kilang

Samar Kilang – Ubi hutan atau gadung (Dioscorea hispida Dents) merupakan jenis umbi-umbian yang mengandung racun.

Jika dimakan tanpa pengolahan yang benar akan membuat kita mabuk. Ini dikarenakan pada ubi tersebut terkandung asam sianida (HCN) atau racun dioscorin skala rendah yang bisa mengakibatkan pusing. Namun, jika diolah dengan benar, ubi hutan dapat menjadi sumber bahan pangan yang dapat menggantikan makanan pokok lain, seperti nasi, jagung, atau sagu.

Masyarakat Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, memiliki kemampuan mengolah ubi hutan menjadi bahan makanan.

Untuk menghilangkan racun, mereka merendam ubi yang sebelumnya diiris itu dengan air bercampur garam sekitar tiga hari.

“Setiap hari air garam dibuang, diganti air yang baru minimal tiga hari,” ujar Aman Tris, Kepala Desa Kerlang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, akhir Januari 2021.

Setelah itu, ubi hutan kembali direndam tiga hari di sungai yang setiap harinya ubi diperas agar getahnya hilang. Ini dikarenakan, kandungan racun berada pada getah.

“Setelah racun hilang, ubi dapat diolah menjadi makanan, bisa dijadikan tepung atau langsung digoreng, seperti keripik,” ungkapnya.

Bagaimana bila ada yang keracunan?

“Kami sudah terbiasa mengalami mabuk gadung atau janeng, biasa kami sebut.”

Bila itu terjadi, hal yang harus dilakukan adalah memuntahkan janeng yang telah dimakan. Untuk mempercepat muntah, bisa diberikan air cucian beras. Untuk mempercepat penyembuhan, berikan air yang telah dicampur dengan pucuk daun ubi hutan.

“Pucuknya diremas dengan air dan air itu diminumkan kepada yang keracunan. Sejauh ini, belum ada yang meninggal karena keracunan janeng,” paparnya.

Masyarakat Samar Kilang merendam janeng dengan garam untuk menghilangkan racun. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Meningkatkan perekonomian

Mengolah janeng guna meningkatkan perekonomian, merupakan hal positif yang dapat dilakukan masyarakat Samar Kilang. Dengan begitu, kegiatan ilegal kehutanan dapat diminimalisir.

Wakil Bupati Bener Meriah, Dailami, saat peluncuran produk janeng dari Samar Kilang pada Selasa (25 Januari 2022) mengatakan, bila diolah dengan benar, janeng sangat enak dan gurih.

“Makanan dari janeng mulai dicari orang karena merupakan makanan nenek moyang masyarakat Aceh yang hidup di hutan,” ungkapnya.

Dailami menambahkan, pasar untuk janeng sudah ada, sehingga masyarakat harus semangat mengolahnya. “Saya cukup yakin, jika dijual ke berbagai daerah Indonesia, hasilnya akan lebih menguntungkan ketimbang menebang kayu yang ada di hutan,” ujarnya.

Mengutip Wikipedia, gadung memiliki sejumlah nama di Indonesia. Di Aceh disebut janeng, Minangkabau (janiang), Gorontalo (bitule), Jawa (gadung), Bugis (salapa), dan Makassar (sikappa).

Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri [jika dilihat dari atas]. Ciri khas ini untuk membedakannya dengan gembili [D. Aculeata] yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan. Gadung merambat pada tumbuhan berbatang keras.

Produk gadung yang paling dikenal adalah keripik meskipun rebusannya juga dapat dimakan.

Tulisan ini telah diterbitkan oleh Mongabay pada tanggal 4 Februari 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.